Kalau kita melintas di tempat-tempat nongkrong anak muda, sering kita lihat muda-mudi berdandan ‘aneh’ dengan anting di telinga, hidung, pelipis, alis, bahkan lidah. Belum lagi dengan kalung, gelang, ban tangan, dan cincin.
Keanehannya semakin sempurna dengan sapuan eye-shadow, eye-liner, dan lip-gloss dramatis. Ya, gaya tersebut cukup trend belakangan ini, dan lazim disebut dengan istilah emo.
Boleh dibilang, emo menggabungkan antara gaya punk dan gothic. Konon, emo adalah kependekan dari emotion, merujuk pada gaya hidupemotion hardcore yang disinyalir merupakan bentuk evolusi dari aliranskinhead dan punk.
Boleh dibilang, emo menggabungkan antara gaya punk dan gothic. Konon, emo adalah kependekan dari emotion, merujuk pada gaya hidupemotion hardcore yang disinyalir merupakan bentuk evolusi dari aliranskinhead dan punk.
Dalam lingkup musik, emo berkiblat pada jenis musik khusus yang memiliki ciri raungan gitar elektrik clean dan gebukan drum yang super hard.
Sejarah Emo
Sebenarnya, emo lahir pada pertengahan 1980 di Washington lewat DC Scene, grup band beraliran punk-melodic. Lagu-lagu yang diusungnya didominasi nuansa emosi, seperti perasaan cinta, kasih sayang, marah, kesal, dan segala hal yang bermuatan asmara.
Kalau aliran skinhead lahir dari rasa perlawanan terhadap mainstreammembosankan kapitalisasi, sedangkan punk memperluas pengaruh darifashion, keinginan bergaya, hingga aliran musik, maka emo pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan yang sama terhadap subkultur di atas yang belakangan dinilai telah dimasuki paham kapitalisme dan fashionable.
Saat itu, kekerasan di komunitas hardcore meningkat tajam sebagai reaksi ketidaksenangan terhadap Ian MacKaye. Pentolan group musikMinor Threat itu dinilai telah mengkhianati komunitas karena mengubah fokus musiknya menjadi politis individual.
Pada 1984, Guy Picciotto, penggemar Minor Threat, mendirikan group musik Rites of Spring. Genre lagu yang ditekuni group ini menabrak batasan-batasan hardcore. Hal ini tampak pada warna musik yang melodius dan penuh luapan emosi pribadi. Ciri semacam ini yang menjadi cikal bakal aliran emo.
Emo mendapat reaksi yang cukup beragam. Para penganut “asli”skinhead berpendapat bahwa emo adalah bentuk dekadensi dan awal kehancuran idealisme skinhead-punk, bahkan tak lebih dari bentuk kapitalisme musik.
Sejarah Emo
Sebenarnya, emo lahir pada pertengahan 1980 di Washington lewat DC Scene, grup band beraliran punk-melodic. Lagu-lagu yang diusungnya didominasi nuansa emosi, seperti perasaan cinta, kasih sayang, marah, kesal, dan segala hal yang bermuatan asmara.
Kalau aliran skinhead lahir dari rasa perlawanan terhadap mainstreammembosankan kapitalisasi, sedangkan punk memperluas pengaruh darifashion, keinginan bergaya, hingga aliran musik, maka emo pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan yang sama terhadap subkultur di atas yang belakangan dinilai telah dimasuki paham kapitalisme dan fashionable.
Saat itu, kekerasan di komunitas hardcore meningkat tajam sebagai reaksi ketidaksenangan terhadap Ian MacKaye. Pentolan group musikMinor Threat itu dinilai telah mengkhianati komunitas karena mengubah fokus musiknya menjadi politis individual.
Pada 1984, Guy Picciotto, penggemar Minor Threat, mendirikan group musik Rites of Spring. Genre lagu yang ditekuni group ini menabrak batasan-batasan hardcore. Hal ini tampak pada warna musik yang melodius dan penuh luapan emosi pribadi. Ciri semacam ini yang menjadi cikal bakal aliran emo.
Emo mendapat reaksi yang cukup beragam. Para penganut “asli”skinhead berpendapat bahwa emo adalah bentuk dekadensi dan awal kehancuran idealisme skinhead-punk, bahkan tak lebih dari bentuk kapitalisme musik.
Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya; emo dinilai sebagai bentuk inovasi dan kreativitas baru yang mengambil inspirasi dariskinhead dan punk.
Puncak perkembangan emo secara internasional berlangsung pada era 1990-an, ditandai dengan meroketnya band-band melankolis sepertiSlightly later, One Last Wish, Beefeater, Gray Matter, Fire Party, Embrace, dan Moss Icon.
Atribut Emo
Atribut adalah identitas, walaupun tak jarang, para pengikut dari rentang waktu yang jauh, mengenakan atribut tanpa mengerti makna sebenarnya dari atribut-atribut tersebut. Karena sebuah aliran biasanya lahir sebagai bentuk perlawanan, maka fungsi atribut tersebut pada awalnya untuk membedakan diri dan kelompok.
Atribut emo yang paling kentara adalah tindik, tato, dan piercing. Konon, atribut ini berasal dari aliran skinhead dan punk yang melambangkan perlawanan terhadap kapitalisme pemerintahan.
Puncak perkembangan emo secara internasional berlangsung pada era 1990-an, ditandai dengan meroketnya band-band melankolis sepertiSlightly later, One Last Wish, Beefeater, Gray Matter, Fire Party, Embrace, dan Moss Icon.
Atribut Emo
Atribut adalah identitas, walaupun tak jarang, para pengikut dari rentang waktu yang jauh, mengenakan atribut tanpa mengerti makna sebenarnya dari atribut-atribut tersebut. Karena sebuah aliran biasanya lahir sebagai bentuk perlawanan, maka fungsi atribut tersebut pada awalnya untuk membedakan diri dan kelompok.
Atribut emo yang paling kentara adalah tindik, tato, dan piercing. Konon, atribut ini berasal dari aliran skinhead dan punk yang melambangkan perlawanan terhadap kapitalisme pemerintahan.
Dan di dalam emo, atribut itu memiliki makna kebebasan berekspresi. Pergeseran makna itu pun tak lepas dari bentuk perlawanan emo, dari paham yang ter-individualisasi menjadi sepenuhnya individual.
Adapun atribut emo yang kita kenal sekarang -terutama di Indonesia- adalah kombinasi celana ketat dipadu kemeja flannel dan kaos hitam, dilengkapi dengan tindik-tindik di hidung, telinga, bibir, bahkan lidah. Dan yang tidak ketinggalan adalah rambutnya yang berponi melintang.
Ironis
Perkembangan emo-culture di Indonesia boleh dibilang ironis. Bagaimana tidak, bangsa ini menyerap budaya emo tanpa proses sensor yang mencukupi. Bagaimanapun, emo memiliki catatan buruk di mana budaya ini melahirkan generasi patah hati, emosional, dan individual.
Di beberapa Negara, emo-culture mendorong berkembangnya kecenderungan masokis (menyakiti diri) sebagai ekspresi perasaan putus asa.
Adapun atribut emo yang kita kenal sekarang -terutama di Indonesia- adalah kombinasi celana ketat dipadu kemeja flannel dan kaos hitam, dilengkapi dengan tindik-tindik di hidung, telinga, bibir, bahkan lidah. Dan yang tidak ketinggalan adalah rambutnya yang berponi melintang.
Ironis
Perkembangan emo-culture di Indonesia boleh dibilang ironis. Bagaimana tidak, bangsa ini menyerap budaya emo tanpa proses sensor yang mencukupi. Bagaimanapun, emo memiliki catatan buruk di mana budaya ini melahirkan generasi patah hati, emosional, dan individual.
Di beberapa Negara, emo-culture mendorong berkembangnya kecenderungan masokis (menyakiti diri) sebagai ekspresi perasaan putus asa.
Ya, walaupun belakangan ini kita boleh berlega hati karena ada sekalangan aktivis emo yang mengajak anak-anak emo untuk lebih menghargai hidup dan berjuang mengatasi masalah mereka.
Semoga saja generasi kita bisa mengambil pelajaran darinya. Amin.
Semoga saja generasi kita bisa mengambil pelajaran darinya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar